Pemukiman Bermusim (1)

LANGKAH PERTAMA

Sebulan sudah aku tinggalkan rumah hanya untuk memenuhi keinganan yang aku sendiri menganggap sangat tidak masuk akal. Plesiran bukanlah pilihan yang tepat. Walaupun sebenarnya ini adalah sebagian dari keinginanku.

"Pergilah. Apa yang harus kau khawatirkan? Aku yakin kamu bisa bertahan. Karena selama ini kamu bisa melakukannya."

"Entahlah, Huno. Tidak seperti biasanya mama mengizinkan bahkan tidak menangis ketika aku mengatakan hal ini. Apa karena kakek ... "

Percakapanku dengan Huno, karibku sejak SMP berakhir sampai disitu saja. Huno sangatlah berbeda denganku. Keputusan yang aku buat kali ini tak membuatnya merasa kehilanganku. Usianya memang berbeda 3 tahun denganku. Tapi bukan karena Huno lebih tua dariku, tapi karena ucapannya tentang apa yang aku khawatirkan dan lakukanlah bukan karena permintaan siapapun.

...

Seperti pagi itu.

"Hara, lebih pagi kau langkahkan kakimu didua bulan terakhir ini? Sepertinya aku kalah jauh untuk menyusul langkahmu kali ini?"

"Ah, tidak juga. Bukannya Ka Huno yang selalu detail merencanakan langkahnya?"

"Hara, Hara, bagaimana aku tidak selalu menyusuri langkahmu yang bukannya semakin dewasa tapi semakin lucu dan lugu, tak searah dengan usiamu."

"Ka Huno ... "

"Hara, bagaimana persiapanmu untuk melakukan semua. Ada yang perlu aku bantu. Aah, sepertinya aku terlalu basa basi, padahal aku orang yang sangat dermawan untuk membantumu."

""

"Itu dia, Hara. Aku suka. Tapi, kali ini, aku dan keluargamu memerlukan kepastianmu, agar kami bisa membantumu. Ini bukan perjalanan yang singkat dan keputusan simple.

"Entahlah, Ka Huno. Mama mendiamkanku akhir-akhir ini, Papa lebih sering mengajakku berkeliling dan berbicara banyak tentang banyak perjalanan masa hidupnya, Abang Rifo  jadi sering mengirimkan bunga kesukaanku, sedang istrinya, Mba Zifa mengirimkan email tentang banyak hal."

"Kalau aku apa?"

"Ka Huno selalu menodongku kapan aku ribut untuk mengumumkan semuanya."

"Heeeh, wlo dengan begitu Hara juga tidak terpancing untuk berkecepatan tinggi menjawabnya kan?"

"Ka Hunoooo."

"Ya sudah, aku harus masuk jam kali ini. Temui aku sepulang Hara nanti ya. Jangan lupa, bawa makanan, silahkan online sepuasmu dikantor sejukku atau pilihlah pohon rindang itu."

"Iya ... "

"Hara, bukannya senyum malah bengong."

"Sukses, Ka Huno,"

Ka Huno. Sepertinya masih terlalu pagi mengenalnya. Papa begitu mengenalnya, Mama sangat mencintainya, ditambah Ka Rifo dan Mba Zifa yang begitu percaya padanya. Padahal, Ka Huno sangat berbeda dengan kami.

...

Pemukiman bermusim. Ini langkah pertama setelah membaca catatan Kakek dan Ina. Pertanyaan pertama yang aku tanyakan ke Papa. Mengapa kakek menuliskannya untukku sedang Ka Rifo tidak pernah memilikinya. Kenapa Kakek memintaku untuk memenuhinya. Aaah, jadi ingat Ka Huno, apa yang kau khawatirkan Hara.

(Pada catatan Pemukiman Bermusim: Hara, melangkahlah ke tempat yang berbeda dari Papa, Mama, dan Rifo. Disana akan terasa berbeda. Tidak hanya pada bahasa tapi pada rasa yang akan Hara miliki.)

Postingan Populer