Jika Bersedih
”Bersedih tidak dapat mengembalikan yang telah tiada, rasa takut
tidak baik untuk menghadapi masa depan dan rasa khawatir tidak akan
merealisasikan kesuksesan hanya dengan berbekal jiwa yang tenang dan
hati yang ridholah, kebahagiaan dapat diraih”
Apa yang kau takutkan ketika hartamu hilang? Apa
yang kamu takutkan ketika hari ini kamu dipecat dari pekerjaanmu? Tapi
apa yang kamu takutkan ketika orang – orang yang pernah mencintaimu
pergi? Adakah ketakutan lain yang mampu membuatu takut. Apakah hilang
dan lenyapnya kekayaan, pudarnya kecantikan ataukah ketampanan, atau kau
ditinggalkan oleh orang-orang yang sangat kau cintai. Segala sesuatu
menjadi gelap ketika semua lenyap dalam pandangan mata ini. Rupanya,
kita masih dan telah menjadi manusia yang ’gila’ dengan semua yang ada.
Tapi, pernahkah kita pikirkan ketika cinta Allah itu hilang dari hati
ini, ketika nikmat Allah yang biasa Ia berikan terlupa untuk diberikan
pada saat kita bangun pagi, ketika Allah lupa memberikan hujan pada bumi
ini, saat Allah lupa memberi sinar matahari yang mampu membuat para ibu
tersenyum pagi ini. Tapi, ternyata Allah tak pernah lupa dan tidak akan
prnah lupa.
Begitu pula kesedihan yang tengah kau alami...Rasa
yakin akan nikmat yang Allah berikan serasa tak pernah berkurang, walau
sepertinya begitu banyak ibadah yang terlalaikan, toh Allah tak pernah
lupa dengan keberadaan kita dimuka bumi ini. Pernahkah kita menjadi
sosok manusia yang bertanya dengan detail, apa yang sudah kita beri ke
Allah. Kita malah sering menjadi manusia yang lebih banyak meminta
daripada memberi, seperti seorang karyawan yang tidak mau tahu
kewajibannya tapi hanya mau mendapatkan haknya, sepperti murid yang tak
mau tahu pengorbanan guru-gurunya agar nilainya mencukupi untuk naik
kekelas berikutnya. Tak tanggung-tanggung, permintaan kita tidak hanya
dunia dan seisinya, tapi akhirat dan segala yang ada didalamnya. Kita
menjadi makhluk egois ketika meminta, tapi menjadi makhluk manis ketika
memberi dengan berharap imbalan meskipun tak layak mendapatkannya.
Layakkah kita bangga menjadi seorang yang pantas
untuk berkata ’akulah sijujur yang adil’ atau ’akulah si kaya raya yang
dermawan’. Sombong sekali diri ini. Tapi, apakah kesedihan berlarut yang
akan menghinggapi perjalanan kehidupan ini ? Hanya karena kita tak
mampu merubah pikiran kita, tak mampu merubah perilaku kita dan segala
hal tentang keegoisan kita. Yang ada hanyalah merubah semua dan
bertangungjawab dengan apa yang akan, sedang dan telah ada pada diri
kita ini.