Allah, AKu Ingin Buat Kau Jatuh Cinta
”Allah, jika kesibukan dan
kelelahan ini mampu membuat Kau jatuh cinta padaku, maka aku akan
berlelah dalam menikmati kesibukan ini, maka aku akan berusaha untuk
tidak menutupkan kedua mataku, maka aku akan terus melangkahkan kaki
ini, maka aku akan terus mengais nikmat yang Kau tebarkan dimuka bumi
ini. Aku akan lakukan apapun, asalkan bisa membuat Kau jatuh cinta
padaku. Jika manusia bisa jatuh cinta karena rasa simpaty dan perhatian
yang diberikan, karena pengorbanan. Maka aku akan berlaku sama dengan
ini. Allah, aku ingin Kau jatuh cinta padaku, hingga aku bisa berlaku
demikian”
Iniah yang
akhirnya keluar dari mulutku, ketika kesibukan itu menjadi sangat
terasa. Seperti tusukan panah yang datang mengerubungi. Tidak ada kata
bahkan do’a lain yang hadir. Apa yang bisa aku katakan pada dunia. Aku
juga tidak mungkin mengatakan bahwa aku lelah, aku juga tidak mungkin
mengatakan bahwa aku bosan. Hal yang mustahil aku katakan. Cukup
orang-orang disekitarku yang sewot tentang keberadaan dan kesibukanku.
Bolak-balik seperti gosokan...selesai yang satu, mengerjakan yang lain,
belum LPJ yang satu sudah persiapkan acara yang lain.......belum tuntas
yang satu, akan ada yang lain yang sudah menunggu. Tapi, apa salah
ketika aku melakukannya dengan senang hati? Menyibukkan diriku untuk
mengumpulkan pundi-pundi cinta hingga membuat Allah jatuh cinta padaku,
untuk mengumpulkan laik-laik kata untuk mempersiapkan kata-kata cinta
ketika bertemu dengan Allah. Walaupun.......aku sadar, apakah layak aku
bertemu denganNYa, apakah layak aku melihat wajahNya dan apakah layak
aku masuk kesurgaNYa yang sangat mulia.
Banyak teman bilang, bahwa kita juga ’manusia’, yang perlu
memanusiakan diri sendiri. Ya....aku pahami itu. Bahkan sangat paham.
Tapi hal inilah yang bisa membuat aku bahagia, bisa membuat aku tertawa
bahkan bisa membuat aku mencapai kepuasan hati. Bahkan dari semuanya,
membuat aku mempunyai banyak do’a untuk siapa saja, ketika aku bertemu
dengan siapa saja. Dan ironisnya aku akan lebih bersedih dan malu ketika
aku mendengar, seorang ummahat membawa kedua anaknya bahkan kadang
lebih dari jumlah itu membawa anaknya untuk syuro dimalam hari, untuk
’ngisi kajian’ ditempat yang jauh, yang terkadang juga harus berjalan
ditengah teriknya matahari. Apa layak aku berkeluh kesah dengan
keberadaan dan kesibukanku sekarang ?
Jika,
beberapa waktu lalu aku sempat nonton ’tentang cinta’, sebuah film layar
lebar yang mampu membuat remaja indonesia terbius. Aku dan kedua
teman-temanku pun mulai mengkritisi apa yang kami tonton saat itu. Timmy
bilang bahwa cinta itu perlu pengorbanan, sedangkan Chai bilang bahwa
cinta adalah sesuatu yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Tapi
menurut aku, itu adalah kata-kata yang sangat biasa untuk menggambarkan
tentang cinta. Justru aku melihatnya, bahwa cinta adalah sesuatu yang
berada diantara realistis dan tidak realistis, logis dan tidak logis,
sesuatu yang harus dipilih dan diyakini keberadaannya, diyakini
bentuknya dan dimanifestasikan dalam suatu tindakan yang realistis,
sesuatu yang penentu akhirnya adalah diri kita sendiri.
Jika kita
ingin Allah jatuh cinta pada diri ini, maka kita akan melakukan apapun
untuk mendapatkan cintaNYa. Seperti kisah para sahabat yang rela
memberikan hidupnya bahkan menyerahkan keluarganya dengan berbekal Allah
yang menjaga mereka untuk berjuang dijalanNYa, seperti kisah Nusaibah
yang dalam kondisi hamil tetap ingin menjadi bagian dari sejarah
perjuangan Rasulullah dengan mengantarkan bekal untuk Rasul. Bukankah
sebuah perjalanan dan cita-cita yang sangat bermakna. Sama seperti kisah
orang-orang yang ’gila ’dengan aktivitasnya dalam ’da’wah’.
Hari-harinya diisi dengan ’nomaden’ dari kajian satu ke kajian lainnya,
syuro kegiatan yang satu ke syuro berikutnya, belum ditambah dengan
kewajiban pribadi mereka yang harus murojaah Alqur’an, hadits dan
sebagainya. Apa itu bukan sesuatu hal yang dilakukan karena cinta ? Mau
tak mau, cinta ujung-ujungnya adalah realistis walau banyak yang kita
lakukan adalah sesuatu yang tak logis. Karena ada dari mereka tidak
mengenalkan diri mereka dengan kata lelah, mereka tidak mengenal diri
mereka dengan rasa cape ataupun bosan. Yang ada mereka telah mengenalkan
bahkan memnbiasakan diri mereka dengan rasa ’lelah’ dan ’cape’ itu.
Tapi tidak menjadikan hal itu sebagai sesuatu yang dikeluhkesahkan
melainkan sebagai manifestasi cinta yang harus mereka kais di perjalanan
hidup ini
Ironis
memang. Banyak orang menjadikan cinta sebagai Tuhan, sehingga antara
realistis dan tidak reliatis menjadi lebur dalam energi yang tak
beraturan. Tapi sebahagian orang menjadikan semua energi yang muncul
karena cinta dan untuk cinta berada dalam arah yang beraturan dan
menjadi lipatan energi yang tak mampu terkalahkan hanya karena rasa dan
kata dari ”lelah’ dan ’cape’.
Tak adil rasanya, aku berdiam dikamar
ini dan mengatakan ’aku ingin sendiri dan memiliki diriku sendiri’. Tak
adil rasanya, aku meminta banyak pada Allah, sedangkan ibadah dan
ikhtiar ini tak pernah layak membuat aku masuk dengan gratis di
surgaNya. Malu rasanya ketika aku membanggakan diri dengan amanah yang
diterima saat ini, sedangkan kesombongan ini tak kan membuat Allah
ridho. Aku terus berpikir, apa yang bisa membuat Allah jatuh cinta
padaku. Apakah kesibukan, kelelahan dan pengorbanan ini layak
diterimaNya hingga mampu memberatkan timbangan amal ketika aku bertemu
denganNya.
Tidak akan
pernah puas rasanya dan pikirku pun menyetujuinya. Masih banyak yang
kurang dari kelelahan, kesibukan dan pengorbanan ini. Aku hanya tau
diantara ketidaktahuanku, Allah akan menerima dengan beratnya ikhlas
dari hati ini, dengan benarnya amalan yang aku kerjakan. Diterima dan
tidaknya, berat atau tidaknya amalan ini, aku hanya mampu memintanya
dengan do’a yang lebih panjang dan lebih khusyu’ dari biasanya, hingga
aku menangis.....karena aku mau melakukannya.
Karena ini, aku paham, mengapa Allah ciptakan dua pundak, tidak
satu. Karena dengan dua pundak ini, aku menjadi imbang untuk
menyelesaikan amanah yang ada dan pikirku pun menjadikan semua yang tak
logis dan tak realistis akan menajdi logis dan realistis, jika Allah
berkehendak.
Hingga aku
ingin mengatakan kembali dengan terang dan benar......”Allah, jika
kesibukan dan kelelahan ini mampu membuat Kau jatuh cinta padaku, maka
aku akan berlelah dalam menikmati kesibukan ini, maka aku akan berusaha
untuk tidak menutupkan kedua mataku, maka aku akan terus melangkahkan
kaki ini, maka aku akan terus mengais nikmat yang Kau tebarkan dimuka
bumi ini. Aku akan lakukan apapun, asalkan bisa membuat Kau jatuh cinta
padaku. Jika manusia bisa jatuh cinta karena rasa simpati dan perhatian
yang diberikan dan karena pengorbanan. Maka aku akan berlaku sama dengan
ini. Allah, aku ingin Kau jatuh cinta padaku, hingga aku bisa berlaku
demikian.”
”Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau
berharap.” (QS 94 : 8)
”Sungguh, Tuhan mereka pada hari itu
Maha Teliti terhadap keadaan mereka.” (QS 100 : 11)