Sepi yang menggumam


Wajahnya semakin tirus. Entah karena loncatan kesibukan yang semakin mengejarnya. Sepertinya jenis panganan apa saja sudah ada di belahan buminya. Aku pikir, tinggal dia yang memilihnya. Dan sekarang, tepat dihadapanku.

"Jean, semakin tirus wajahmu. Semakin lama aku disampingmu semakin takut aku melihatmu?"

Lalu, apa yang kau inginkan tentang wajah tirusku ini? menutupinya dengan tebalnya make up zaman sekarang, ato kau akan merekomendasikan pada salon langganan mamamu?

"Aku hanya menyarankan, setelah itu terserah dirimu. Dan sepertinya tulisanmu juga semakin tirus. Harus kau sadari itu!" Bantahku sambil meninggalkanmu pergi.

Tak perlu repot memikirkan hal itu. Aku tahu, kemarahanmu tak bisa mengubahku. Sekarang, pergilah. Bukannya masih banyak hal yang harus kau kerjakan.

...

Sudah tiga belas tahun aku dengannya seperti ikatan yang tidak bisa lepas. Isi sms kami adalah berbalas memberi semangat, bercerita tentang kau, keluarga, anak-anakmu dan suami yang kau dampingi setelah dua tahun wisuda kelulusan kita. Hanya saja, tanggapan sms terakhir, dua pekan yang lalu begitu menggantung penjelasannya seperti ada yang disembunyikan dariku.

Mb, sengaja tidak meng sms, karena saya pikir akan bertemu di acara kemarin. Rupanya sampai dengan acara selesai tidak melihat sama sekali. Apa kabar anak-anak? sehat? anak-anak apa kabar?

Alhamdulillah, sehat. Suami ada acara di kampusnya, jadi tidak kemana-mana. Anak-anak, saya dan suami sehat. Ade habis melahirkan, jadi anak-anak lebih betah dirimu. Kabarmu bagaimana? masih sibuk? sehat?

Alhamdulillah, baik, sehat. dan seperti biasa....

Kerinduan ini serasa meretas sukma untuk bertukar cerita dengamu. Entahlah, tiba-tiba aku kehilangan kata dan merasa terbatasi untuk bercerita dan menanyakan banyak hal denganmu. Karena kabar terakhir yang kuterima dari beberapa adik dan kakak tingkat fakultas kita. Padahal, aku sedang merindukanmu dengan sangat.

...1...



Postingan Populer