[Berkilah]....Manusia Teori

Kalau menuliskan ini, saya jadi berpikir lebih banyak untuk diri sendiri (lebih aman sepertinya). Begitu banyak buku atau apapun itu dan teori yang ada dikepala saya sehingga terkadang berpikir apa saya manusia teori. Mulai dari lahir, tumbuh kembang dan sekolah sampai dengan menyelesaikan studi dibidang ilmu yang berbeda, semuanya isinya teori, prakteknya??? tergantung saya/kita, suka atau tidak, dibutuhkan atau tidak, membutuhkan atau tidak, penting atau tidak, bahkan sampai-sampai saya/kita jadi bilang prioritas atau tidak ya? Semua alasan itu ada karena begitu mejemuknya sebuah teori.

Saya ingat dengan baik dan jelas, para Bunda sering mengatakan bahwa kita itu sering mati diteori, NO ACTION TALK ONLY. Beberapa waktu saya pernah membuat alasan dengan mengatakan ”Bunda, masing-masing kita punya alasan sendiri kenapa bertahan dengan sebuah teori dan tidak action, karena mungkin saja masing-masing kita punya persepsi berbeda ketika menimbang sesuatu atau banyak hal.” Tapi, lagi-lagi para Bunda tetap mengatakan bahwa suatu saat nanti saya akan mengerti kenapa disebuah titik yang kita perlukan adalah ACTION bukan Talk ONLY.

Saya jadi mengaitkan pernyataan yang selalu dipaparkan dengan baik oleh para Bunda dikeseharian, atau ketika menyepakati sebuah/banyak keputusan atau ketika bertemu dengan teman-teman dalam aktivitas. All of them, think like this....Apa guna sebuah perencanaan, apa guna sebuah schedule time, apa guna teori, prediksi, asumsi jika semua sekedar teori. Tidak dari teori pendidikan, teori tentang kedamaian, teori kemanusiaan, apalagi teori pernikahan.

Sebagian dan banyak orang justru terkadang berkilah dengan berpikiran teori itu perlu sebagai sebuah cara belajar praktis diaplikasinya nanti, atau tak apalah memperbanyak teori biar matang dan punya landasan yang kuat ketika mengambil sebuah keputusan.
Benarkah atau ......?

Pada penelitian kuantitatif, seorang peneliti harus mempersiapkan metode penelitian yang matang untuk melakukan sebuah penelitian/percobaan. Bahkan proses uji coba harus dijalankan, bila tidak sudah bisa dipastikan DITOLAK, karena itu sebuah prosedur yang mesti dilakukan. Dan bila hasil yang diinginkan tidak sesuai dengan perkiraan, maka sudah bisa dipastikan kematangan persiapan dan alat uji coba ditahap metode penelitian dipertanyakan.

Seorang dosen pernah mengatakan ke saya, so simple untuk mengetahui apakah hasil dari sebuah penelitian itu akan SIGNIFIKAN or tidak SIGNIFIKAN, lihat saja prosedur uji cobanya (jenis sampel, jumlah sampel dan perangkat-perangkatnya) atau bila sudah selesai tahapan itu cukup lihat angka-angka yang tertera pada tabel hasil penelitiannya, cukup ambil sampel yang bisa menjadi perwakilan, gunakan rumusan standar yang ada, coba saja.

Awalnya, saya seperti playing games mencermatinya, tapi Subhanallah, fantastis..benar-benar kekuatan sebuah teori tapi setelah diuji coba.

Bagaimana dengan teori kualitatif...
Teori kualitatif sangatlah berputar pada hasil yang mendukung sebuah teori. Bahasa saya lebih banyak ACTION dulu baru PERKUAT TEORINYA. Bekalnya cukuplah untuk banyak baca buku, artikel atau informasi apapun, karena itu akan memperkaya pandangan dan pemikiran kita. Persis seperti seorang kawan yang selalu saja mengatakan, ”Baca dulu teorinya, baru buktikan dan katakan pada saya bahwa terkadang praktek jauh dari teori.” Ternyata, Wonderful.....teori kualitatif ada untuk memperkuat teori, hasil bukan SIGNIFIKAN atau NON SIGNIFIKAN, tapi sebagai REFERENSI.

Bagaimana dengan hidup dan pilihan yang ada didalamnya?
Masing-masing orang sangat punya pilihan sendiri. Ada beberapa orang akan mengatakan, ’saya akan siapkan perencanaan kehidupan saya, pada tahap dan jangka waktu tertentu maka saya akan mengambil keputusan penting dalam hidup saya.’ (Kuantitatifnya jalan, karena masalah hidup, hasilnya signifikan atau tidak tergantung pada persiapan), tapi sebagian orang yang lain akan berpikir, ’saya akan melakukannya walau dengan sedikit bekal, setelah itu saya akan menjadi tahu, benar dan tidaknya, nyaman atau tidaknya, bilapun benar saya bersyukur, bilapun tidak masih banyak cara untuk berikhtiar.’ (kualitatifnya menuju keyakinan sebuah teori).

Bagaimana dengan Al-Qur’an?
Saya bukan pakarnya, tapi saya jadi teringat pada banyak ayat yang tertera didalamnya, lampiran teori yang dipaparkan oleh Allah memiliki sebuah makna tersendiri, entah itu melalui kisah yang melatarbelakangi masing-masing ayat tersebut ataupun itu sebuah gambaran akan kehidupan masa yang akan datang. Nyatanya, apa yang disampaikan Allah adalah sebuah kisah dan mampu memberikan hikmah, telah dicoba dan telah diuji, sedangkan kita manusia mengalami senuah proses kualitatif, membenarkan, membuktikan apa yang akan kita alami jika kita mengingkari ayat-ayat itu sendiri.

Yang menarik, kita tetap diberikan Allah pilihan, surga atau neraka, baik atau tidak baik, benar atau salah setelah kita diberikan penjelasan sebuah batasan ”mematuhi perintahNya dan menjauhi laranganNya”. Semua tergantung keimanan kita dan seberapa dekat kita dengan teori dan catatan-catatan penting yang sudah disempurnakan. Dekatnya kita dengan pejelasan Allah itu sendiri belum tentu bisa menjadikan kita sempurna, yang ada, sebagian orang akan membangkang, tidak mengindahkan, tidak peduli, pura-pura tidak tahu, terima yang disuka dan tidak disuka atau apalah itu. Tapi sebagian orang akan menikmati penjelasan demi penjelasan, tapi bukan tanpa perjuangan untuk memahami uraiannya melainkan harus mendetailkan setiap jejak langkah, setiap helaan nafas, setiap kedipan mata dan sebagainya. Hingga tidak mudah mengatakan. ”Agh teori, prakteknya dong”. Tapi untuk apa pula kita mengatakan hal itu, toh masing-masing kita jadi hilang izzah dan menjadi orang yang tidak pandai bersyukur dengan potensi dan kelebihan yang Allah telah berikan pada diri dan kehidupan ini.

Ternyata semua teori telah dipaparkan dengan jelas, detail dan sempurna. Tapi semua berkembali pada manusianya. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Bilapun ada kelebihan, saya ucapkan selamat karena telah berani ambil resiko. Bila menemukan kekurangan, saya ingin katakan hidup ini indah, sangat indah hingga kita menjadi kenal dengan yang namanya sedih, senang, tawa, canda, marah, duka, ngambek, kesal, susah, senang, dsb, tapi bukan sekedar belajar menerima apa adanya tapi juga terimalah ada apanya...

Akhirnya, lagi-lagi saya bertanya, apakah saya manusia teori yang NO ACTION TALK ONLY atau manusia yang ACTION baru KITA BICARAKAN setelah ini? Atau hidup saya terdominasi pada teori apa, Kuantitatif atau kualitatif? Apa yang saya inginkan pada hidup saya, signifikan atau tidak signifikankah dengan teori dan ikhtiar saya? Saya pun sedang mengamati pada semua keputusan yang saya buat sejak pertama kali saya kenal dan memahami kehidupan saya.

Hingga saya berada pada posisi ZERO, Apapun itu....saya masih banyak untuk berdo’a, saya masih harus berdo’a, saya masih meminta untuk dido’akan dan masih serta sedang melakukan perang do’a. Kalaupun sempat, saya jadi menginginkan untuk diberi kesempatan hidup lebih lama, hingga tidak akan pernah terputus dari do’a, tapi lagi-lagi, siapa saya?

Apapun alasannya, berkilahlah dengan teori yang dipahami, sampaikan saja asalkan itu menjadi kekuatan pijakan yang tak tergoyahkan. Semoga berkah dan tidak keluar dari batasanNya

Manusia teori ataupun tidak, semua tergantung pada keimanan.

Perjalanan
140709...04.42

manusia teorikah ini???
i feel like a rainbow...
Jujur pada diri sendiri menjadi lebih sulit ketika tidak jujur pada orang lain.
Jujur pada orang lain sangat sulit walau sedang belajar jujur pada diri sendiri.
Mengakui kelemahan diri sendiri lebih mudah daripada mengakui kelemahan dihadapan orang lain.
Berkilah pada kata menjadi cerdas untuk menutupi semuanya atau hanya karena sebuah keangkuhan atau karena sebuah landasan teori???

Berkilahkan ini???
I feel like a rainbow after that rain…..
Setelah hujan itu sempat hilang dan berpelangi, sekarang hujannya begitu panjang, sehingga pelanginya tak kunjung hilang, semakin tidak mengerti. Apakah yang harus dilakukan, menghapus hujan ataukah pelangi terlebih dahulu?

Postingan Populer