Rindu

Hmm ...

Seberapa rindunya untuk menuliskan sesuatu yang ada dikepala. Sebegitu rindunya saya dengan sesuatu yang membuat hidup lebih berwarna. Dengan lebih santai menuliskannya setelah mencerna satu persatu apa yang sudah, sedang dan telah terjadi.

Terlalu rindu. Terkadang terlalu rindu untuk menemui wajah-wajah yang membuat rindu pada surga-surga yang Allah miliki. Bahkan sangat rindu pada aktifitas-aktifitas yang bisa membuat masuk segar. Pintu mana ? sepertinya pintu mana saja yang akan dimasuki nanti, sudah tidak terpikir, yang penting masuk surga.

Kerinduan itu seakan tidak pernah terobati dan tidak pernah berakhir, seperti rindu pada makhlukNya. Tidak bisa disamakan rasa rindu itu kepada mereka, yang dikenal atau pernah bersapa dimana saja. Kelewat rindu.

Kelewat rindu. Rindu itu tidak terlewati begitu saja, masih saja menghitung rindu satu demi satu. Adakah sisi rindu itu akan Allah beri dengan surga, seperti yang diinginkan.

Apa yang diinginkan? Bahagia dan membahagiakan pada kerinduan. Hingga tetesan airmata itu tidak terlihat oleh siapapun, cukup dimiliki oleh hati, hingga para malaikat menulisnya dengan tidak ada tangisan yang dibuat-buat dan Allahpun menyiapkan surga.

Dengan sengaja. Segala sesuatunya telah disengaja oleh Allah, hingga isi langit dan bumi pun menyetujuinya dengan segala sesuatunya terjadi, tidak pada kata kebetulan tapi 'bertepatan'.

Apa ada kata lain selain indah dan sempurna. Pada obat rindu yang pas saat dibutuhkan dengan bekal rindu yang sedang dimiliki. Cukup pada ukurannya, cukup pada kebutuhannya, cukup pada volume rasanya.

Sempurna. Rindu itu begitu sempurna pada penerimaan yang memang dengan menangis disyukuri. Tidak ada yang berlebihan ketika mensyukurinya, karena Allah pun menerima tangisan itu dengan catatan kesyukuran tersendiri.

Disaat sebelumnya, benarkah rindu? dan memang kerinduan itu semakin sempurna ketika menyempurnakan kerinduan. Catatannya menjadi keindahan bening hati yang bersinar begitu berwarna. Dan mengingatkan, jangan membandingkan pada ciptaan-ciptaan Allah yang lain tentang kerinduan itu, karena sudah terasa sempurna bahkan jauh lebih sempurna, karena sudah memilikinya.

Terbaca syahdu dan bersih dihati. Apa akan sama ketika rindu itu dipersaksikan padaNya dan bertemu langsung denganNya. 

Tidak percaya. Itu awalnya. Tapi, bukankah mudah ketika kerinduan itu dikatakan padaNya pada amal-amal yang sudah dicontohkan. 

Seperti apakah kerinduan mereka, saat beberapa saat menghembuskan nafas terakhirnya, ...
Bagaimanakah kerinduan Abu Bakar Ash Shiddiq?

Seperti apa kerinduan Umar bin Khottob?

Bagaimana cara menanggung kerinduannya oleh Utsman bin Affan?
Seperti apa ekspresi kerinduan Ali bin Abi Tholib?

Bagaimana dengan 'Aisyah, Fatimah, ...?

Bagaimana dengan Bilal, ...?

Apakah sama rasa rindu mereka seperti rindu ini?
Apakah sama ekspresi ini dengan mereka? bisakah disamakan? sebandingkah?

Dan apakah sama rasa rindu dan ekspresi rindu ini seperti kerinduan Rasulullah pada Khadijah?
....


mereka boleh mengatakan rindu pada banyak hal, pada capaian-capaian 
semua bertahtakan kerinduan

mereka sering mengatakan rindu pada semua, sesuatu yang mereka cintai
semua bertahtakan keinginan
rindu ini mungkin terlalu sederhana
tapi bersyukur dimiliki dengan sempurna dan akan semakin sempurna ketika sampai pada waktu menemuiNya dan duduk melingkar atau duduk menjadi bagian dari barisan shaff miliknya.

syahdu
rindu itu menjelma pada do'a dan tindakan layaknya rindunya Rasul pada Khadijah
sempurna.

...


*milad indah, Allah begitu sempurna atas cinta yang diberikan*






Postingan Populer