Perempuan dan Mulutnya

Menjadi perempuan, hal yang rumit adalah menjaga mulut. Terkadang hal sekecil apapun akan dikomentari, bahkan hal yang tidak menjadi perhatian akan jadi perhatian dan begitu fokus memikirkan dan membicarakan.

Sunatullah dan fitrahnya.

Kali ini lain. Sudah beberapa kali mendengar kasus-kasus kecil yang terlalu dibesar-besarkan. Kesannya buat saya adalah mengada-ngada. Seakan-akan hal terjadi itu selain memang hasil dari keputusan dan pilihan orang yang besangkutan, tapi yang paling penting adalah sudah ketentuan Allah.

Mengada-ngada. Iya, benar-benar mengada-ngada. Tidak adakah pembicaraan yang di'stop' saja, jika sudah bukan merupakan hak kita untuk memikirkannya. Mengada-ngada karena selalu dipanjang lebarkan dengan berbagai kemungkinan, berbagai alasan pribadi yang di'ikut-ikut'kan. 

Mengherankan. Bukannya perempuan yang sebagai pribadi ketika segala sesuatu tentangnya di'utak-atik' juga tidak menyenangkan dan pastilah akan mengatakan 'ini urusanku' dan 'ini pilihanku'.

Egois. Ga tersadar bahwa saat pembicaraan tentang orang lain menjadi bertambah lebar pembahasannya, itu adalah bentuk keegoisan kita mencampuri urusan orang lain. Bukankah kita juga tidak mau dicampuri urusan kita. Dan jangan mengatakan egois pada orang yang kita bicarakan karena tanpa konfirmasi kita menilai, karena orang yang dibicarakan pun punya hak untuk bersikap egois pada semua hal yang berkaitan tentang dirinya atau bahkan orang tersebut tidak mau menerima pembicaraan tentang dirinya, masukan dari kita karena dia (secara personal) punya hak untuk itu.

Akhirnya, semua jadi 'sembarangan'. Mencampuri urusan orang lain dengan 'style' egois diri kita. Pembicaraan jadi tak berujung. Semakin banyak bumbu pembicaraan, jatuh pada 'gosip' atau 'gibah'.

Again?

Lagi-lagi seperti itu.

Seharusnya nilai diri sendiri. Dulu, waktu mengalami hal yang sama, apa kurang lebih sama cara mengatasinya. Seberapa 'protect' diri kita saat mengatasi semuanya.

So, jadi perempuan. Menilai itu jangan keseringan dari mulut. Perempuan harus seringkali menilai, mencerna, dan memberi tanggapan dari sesuatu hal yang lebih bergizi, sekalipun itu adalah guyonan.

Perempuan dan mulutnya memang berbahaya, kalau bukan karena rasa takut yang sangat lebih pada Allah atas pertanggungjawaban yang akan dimintai nanti, akan lepas semua dari mulutnya.

Dan bisa saja penilaian tentang perempuan turun drastis, bisa akan dinilai dari mulutnya,  dinilai dari pakaiannya, dan sulitnya membedakan perempuan mana yang bersahaja.

Sekali lagi. jangan mengada-ngada dengan komentar yang diberikan, karena terkadang hal yang kita pikirkan dan sampaikan belum tentu sama seperti yang dipikirkan oleh orang yang kita bicarakan.

Tidak ingin mengatakan, itulah perempuan. Tapi, harus tidak begitu perempuan. 


*selangkah saja, sudah membumi, kita dengarkan bagai angin saja*

 





Postingan Populer