Cuplikan Sederhana

Aku lupa hari itu hari apa, sepertinya Ahad.

Pakaian yang kugunakan gamis berwarna kuning tidak terang dengan motif sederhana, ada modifikasi belahan tertutup pada bagian kanan lutut yang diujungnya menggantung dua buah tali berwarna coklat. Gamis ini jarang aku pakai, seingatku hanya di acara-acara tertentu saja. Bukan karena ini gamis spesial, hanya saja aku memang tidak punya alasan kenapa jarang memakainya. Aku membelinya sekitar enam atau tujuh tahun yang lalu dari seorang kakak kelasku, beda fakultas, satu universitas dan bertemu karena sama-sama bekerja di daerah ini.

Membelinya pun tidak sengaja, tepatnya tidak terencana. Karena tidak pernah aku memiliki sebuah baju gamis yang harganya terhitung mahal, seingatku itu adalah baju gamis pertama dengan harga yang paling mahal diantara pakaian lain yang sudah aku miliki. Selain warna yang tidak begitu mencolok, namun sederhana dan tetap terlihat cantik serta nyaman ketika dipakai adalah alasan memilih gamis tersebut. Hari itu, aku padankan pada coklat jilbab kaos bermotif sederhana untuk aktifitas non formal yang ukuran dan tampilannya cukuplah nyaman bagi ukuran diriku. Bagiku, hari itu adalah warna pilihan yang pas untuk dipadu padankan diantara keduanya.

Sore itu aku ijin pada mama. Seperti biasa, melaju dengan lama waktu sekitar 20-30 menit dari rumah menuju tempat pertemuan kami.

Panas sore hampir tenggelam. Aku parkir dan tidak ada hal yang begitu menarik perhatianku. Semua terasa biasa dan mungkin sangat terlihat biasa. Aku terlambat dan waktu semakin memburu saja. Melirik jam tangan, rupanya sudah telat 5-10 menit dari jadwal semula. Kali itu, ruang ukuran kubus pada urutan pertama di gedung megah ini menjadi tempat bertemunya kami. Hanya saja, terasa berbeda.

Parkiran. Melihat seseorang yang tidak biasa aku lihat. Memang, sangat tak berniat memperhatikannya. Seorang asing yang berjalan beberapa meter didepanku tiba-tiba memerima uluran tangan dari seseorang dan menerima dengan ramah seakan sudah bertemu dan kenal lama. Pemandangan ini sudah sangat biasa aku lihat pada pertemuan seperti ini. Gumamku kali itu, Alhamdulillah mendapat saudara lagi.

Kucepatkan langkahku, agar tidak begitu mengganggu obrolan ringan diantara mereka. Aku lupakan dan berpikir, apa agenda hari ini?

Semua sudah duduk rapi. Aku duduk pada barisan paling belakang. Hari itu aku merasakan pada kondisi yang memang sedang tidak sehat, benar-benar tidak sehat. Pembicaraan sore itu tidak ada yang aku catat, tidak juga aku perhatikan dengan baik. Ada pilihan untuk mengkerucutkan masalah sebagai prioritas, angka itu kurang dari delapan pilihan. Satu persatu, kami yang hadir ditanya tentang pilihan angkanya. Badanku memanas, kepala terasa begitu berat, pilihan angkaku jatuh pada pilihan angka kedua. Alasan pilihan itu tidak bisa aku detailkan kenapa aku memilihnya, sepertinya kondisi fisikku tidak memungkinkan untuk berkonsentrasi dalam jangka waktu yang lebih lama lagi. Sangat tidak konsentrasi. Sudahlah, lepaskan dan biarlah untuk saat ini aku tidak begitu memperhatikannya. Aku tidak mungkin memaksakan otakku untuk mengolah semua sesaat sedangkan rasanya aku akan sakit. Pikirku singkat.

Suhu badanku mulai tak merata, kedua tanganku gemetar dan kepalaku benar-benar pusing. Aku masih saja menjawab pertanyaan, memperhatikan sejenak dan tersenyum seadanya, dalam keadaan memaksakan diri ditingkat konsentrasi yang begitu rendah. Percuma, aku tidak mungkin bertahan.

Mengalihkan pandangan. Beliau mengusapkan tangannya pada punggung seseorang yang ku lihat di parkiran tadi. Seorang lelaki yang cuma aku lihat memakai jaket hitam dan menyelempangkan tas dengan gaya seperti seorang mahasiswa. Entah apa yang disampaikan beliau pada lelaki tersebut saat mengusapkan tangannya, apa kata sabar, tenang, atau yang lainnya. Aku tak sempat memikirkan. Karena yang aku pikirkan, aku hanya ingin pulang dan beristirahat.

Setelah itu ... aku lupa dan Allah Maha Mengatur segalanya. Aku pun diberi istirahat untuk waktu yang sangat lama dan itu terakhir bertemu beliau dan pertama juga terakhir melihatnya.

*Subhanallah, Alhamdulillah, cuplikan ingatan itu sepertinya sudah sempurna. Kurang lebih setahun harus pelan-pelan mengingatnya*

Postingan Populer